APA ITU PENGERTIAN INFAK SERTA WAKAF, HADIAH DAN HIBAH ?
Saudaraku, sidang pembaca yang budiman. Jumpa lagi kita, alhamdulillah kali ini dengan dakwah saya (lewat tuisan) sesuai judul artikel religius ini tersebut diatas. Semoga tulisan ini mendapat tempat direlung dada, di lubuk hati sidang pembaca sehingga kita yang cinta kepada bacaan bernuansa syiar dakwah Islam akan banyak mendapat manfaat dari padanya. Insya Allah! Amin ya Rabbal Alamin.
Saudaraku, infak di dalam bahasa Arab artinya menafkahkan atau membelanjakan harta.
Sementara lapangan infak itu sendiri luas jangkauannya, karena
pengertian berinfak itu berarti membelanjakan harta sesuai dengan
tuntunan agama dan termasuk didalamnya adalah wakaf, hadiah dan hibah. Didalam kitab suci Al-Qur’an terdapat surat bernama Ath-Thalaq khususnya ayat tujuh dan Allah SWT berfirman dalam surat ini ayat tujuh.
· Perhatikan Firman-Nya :
”Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan
rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah SWT
kepadanya. Allah SWT tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekadar) apa yang Allah SWT berikan kepadanya. Allah SWT kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.”
Berdasarkan ayat tersebut diatas, yang diperintahkan untuk berinfak bukan hanya orang-orang kaya saja tetapi juga orang –orang yang bukan orang-orang kaya. Artinya semua orang diperintahkan untuk berinfak sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Sidang
pembaca, antum pernah mengeluarkan uang untuk membeli (belanja)
sesuatu? Apa yang antum dapat dari uang yang (misalnya) Rp. 1.000,-
tentu sesuatu (barang) yang didapat adalah benda yang senilai (seharga)
Rp. 1.000- itu juga bukan? Tidak mungkin dengan uang yang Rp. 1.000,-
akan mendapat barang (ditukar) dengan yang lebih tinggi nilainya dari
Rp. 1.000,- Tetapi sidang pembaca, tahukah antum bahwa ada barang
(benda) seharga Rp. 700.000,- (tujuh ratus ribu rupiah) yang dapat kita beli hanya dengan uang Rp. 1.000,-
saja. Atau barang (benda) senilai Rp. 350.000,- (tiga ratus lima puluh
ribu rupiah) dapat kita beli dengan hanya mengeluarkan uang sebesar Rp. 500,- saja. Dan yang menakjubkan adalah bahwa justru yang menghendaki transaksi seperti itu adalah sipemilik barang itu sendiri. Tidak percaya? Baca Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 261
· Firman Allah SWT :
”Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya dijalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh tangkai pada tiap-tiap tangkai seratus biji ....” (QS. Al-Baqarah : 261)
Betulkan? Bahwa Allah SWT sendiri (sebagai pemilik barang yang bernama pahala itu) yang berjanji akan melipatgandakan pahala orang yang berinfak sebanyak 700 (tujuh ratus) kali lipat.
Saudaraku,
setelah kita mengetahui setentang apa itu pengertian infak. Mari kita
mulai lagi pembahasan materi yaitu setentang apa itu pengertian wakaf.
Wakaf adalah memberikan harta yang bersifat kekal (tahan lama) dan
bermanfaat untuk kepentingan umum di jalan Allah. Misalnya memberikan
sebidang tanah untuk pembangunan sebuah Masjid, Musholla, Madrasah,
Panti Asuhan, Pondok Pesantren, Jalan-jalan untuk kepentingan umum dan
lain-lain.Hukum wakaf adalah Sunnah, yaitu berpahala bagi yang melakukannya dan tidak berdosa bagi yang tidak melakukannya. Diantara dalil-dalil yang mendasari ibadah wakaf adalah :
· Firman Allah SWT :
”Kamu
sekali-sekali tidak sampai pada kebaktian (yang sempurna) sebelum kamu
menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai dan apa saja yang kamu
nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS. Ali Imron : 92)
Wakaf
merupakan salah satu ibadah yang pahalanya tidak akan putus selama
manfaat harta yang di wakafkan itu masih bisa diambil, meskipun sipelaku
wakaf sudah meninggal dunia. Oleh karena itulah wakaf tergolong kedalam
kelompok amal jariyah (yang mengalir).
· Perhatikan Sabda Nabi Muhammad SAW :
”Apabila anak Adam (manusia) meninggal, putuslah amalnya kecuali tiga perkara : yaitu shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shaleh yang mendo’akan kedua orang tuanya.” (HR. Muslim)
· Wakaf memiliki syarat dan rukun yang akan menentukan syah atau tidaknya ibadah tersebut. Adapun rukun wakaf, menurut Jumhur ulama adalah :
a. Orang yang memberi wakaf
b. Pihak yang menerima wakaf
c. Barang yang hendak diwakafkan
d. Akad wakaf (lafadz serah terima)
Selain beberapa rukun wakaf tersebut ada syarat tertentu yang harus dipenuhi agar wakaf dipandang syah.
1. Syarat orang yang berwakaf :
a. Merdeka, tidak berada dibawah pengaruh orang lain
b. Sudah dewasa atau baligh
c. Berakal sehat
d. Harta yang diwakafkan benar-benar miliknya sendiri.
2. Syarat orang yang menerima wakaf :
a. Harus jelas penerimanya
b. Harus jelas penggunaannya, yakni kebajikan serta mendekatkan diri kepada Allah SWT
c. Cakap
3. Syarat harta yang diwakafkan :
a. Milik syah pewakaf
b. Tertentu dan jelas
c. Dapat dimanfaatkan secara terus menerus
d. Tidak dibatasi waktunya.
Dalam prakteknya, wakaf terbagi menjadi dua yaitu wakaf ahli (wakaf keluarga) dan wakaf khairi
(wakaf umum). Wakaf ahli yaitu wakaf yang diberikan kepada orang-orang
tertentu, seorang atau lebih. Misalnya mewakafkan sebidang tanah kepada
seorang kyai. Sedangkan wakaf khairi yaitu wakaf yang ditujukan untuk
kepentingan umum (orang banyak) misalnya mewakafkan tanah untuk
membangun musholla, masjid atau madrasah. Manfaat yang diperoleh dari
ibadah wakaf ini sangat besar, baik bagi diri yang mewakafkan maupun
terutama bagi masyarakat dan agama. Bagi diri pewakafnya, manfaat dari
wakaf antara lain dapat mengangkat derajat ketakwaannya disisi Allah
SWT.
Adapun bagi masyarakat, manfaat wakaf antara lain :
1. Sebagai sumber dana untuk kepentingan umat Islam
2. Mempermudah kesulitan yang dihadapi dalam membangun sarana dan prasarana yang bersifat sosial dan keagamaan.
3. Meningkatkan syiar Islam.
· Barang yang diwakafkan dapat diganti dengan yang lebih baik. Penggantian barang dalam wakaf ada dua macam :
1. Penggantian
karena kebutuhan, misalnya barang wakaf berupa Masjid dan tanahnya,
apabila telah rusak dan tidak mungkin lagi digunakan, maka tanahnya di
jual untuk menggantikannya. Hal ini diperbolehkan karena apabila barang
asal sudah tidak dapat lagi digunakan sesuai tujuan, maka dapat diganti
dengan barang lainnya.
2. Penggantian karena kepentingan yang lebih kuat. Hal ini diperbolehkan menurut Imam Ahmad dan Ulama lainnya. Imam Ahmad beralasan bahwa Umar bin Khattab r.a. pernah memindahkan Masjid Kufah yang lama ketempat yang baru dan tempat yang lama itu dijadikan pasar bagi penjual tamar (ini adalah contoh penggantian barang wakaf yang berupa tanah)
Adapun penggantian barang wakaf yang berupa bangunan, Khalifah Umar bin Khattab dan Usman bin Affan pernah membangun Masjid Nabawi
tanpa mengikuti bentuk (bangunan) pertama dan memberi tambahan bentuk
bangunannya. Oleh sebab itu, diperbolehkan mengubah bangunan wakaf dari
bentuk lama ke bentuk yang baru asalkan menjadi lebih baik.
· Sementara pengertian Hadiah adalah :
Hadiah
adalah suatu pemberian kepada orang lain, baik dimaksudkan untuk
cenderamata, ungkapan terima kasih maupun sebagai penghargaan atas suatu
prestasi. Hadiah tidak harus berbentuk benda. Melainkan juga bisa
berupa tenaga, pikiran atau sikap dan tingkah laku yang menyenangkan.
Sebab tujuan dari hadiah itu sendiri adalah untuk menyenangkan orang
lain, sebagai ungkapan rasa ikut senang atas apa yang diraihnya. Karena
itulah orang bisa memberikan hadiah pada saat pesta ulang tahun, perta
perkawinan atau ketika orang terdekatnya meraih suatu prestasi tertentu.
· Rasulullah SAW bersabda :
”Memberikan senyuman kepada saudaramu termasuk shadaqah.” (HR. Bukhari)
Hadiah hukumnya mubah (dibolehkan) dan bahkan dianjurkan (mandub, sunnah.)
· Sebuah Hadist dari Abu Hurairah r.a. :
”Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah SAW bersabda : Saling memberilah kamu, niscaya kamu akan saling kasih mengasihi.” (HR. Malik)
· Nabi SAW bersabda :
”Barangsiapa
diberi hadiah oleh saudaranya dengan tidak berlebihan dan tidak
mendatangkan masalah, hendaknya menerimanya dan tidak menolaknya. Karena
sesungguhnya itu adalah rezeki yang dikirimkan Allah kepadanya.” (HR. Ahmad)
Kemudian
bagaimana mengenai pemberian balik kepada orang yang memberi kita
hadiah? Dalam sebuah hadist disebutkan sebagai berikut :
· Dari Aisyah r.a. dia berkata :
”Dari Aisyah r.a. dia berkata : Adalah Rasulullah SAW menerima hadiah dan membalasnya pula.” (HR. Bukhari)
· Sekarang pengertian setentang hibah
dan apakah itu? Apabila seseorang memberikan harta miliknya kepada
orang lain, berarti ia menghibahkan miliknya itu. Sebab itulah, kata
hibah sama artinya dengan istilah pemberian. Adapun
secara istilah, hibah berarti memberikan sesuatu kepada orang lain tanpa
mengharapkan balasan apa-apa. Jika seseorang menghibahkan sesuatu
kepada orang lain, itu artinya ia bersedia melepaskan hak miliknya atas
benda yang dihibahkan itu. Jadi, ketika akad hibah sudah dilangsungkan,
pihak penerima sudah mempunyai hak penuh atas harta itu sebagai hak
miliknya sendiri. Hibah hukumnya sunnah (dianjurkan).
Karena itulah, Islam menganjurkan umatnya agar melatih diri memberi
kepada orang lain, lebih-lebih kepada mereka yang benar-benar
membutuhkan. Dan, bahkan didalam surat Al-Baqarah ayat 177 dikatakan bahwa diantara perbuatan yang termasuk kebajikan adalah memberikan harta yang dicintai kepada orang lain.
· Firman Allah SWT :
”.....
dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak
yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan
orang-orang yang meminta – minta.” (QS. Al-Baqarah : 177)
Menurut
ajaran Islam, hibah meskipun hanya merupakan suatu akad permberian dan
yang bersifat untuk mempererat silaturrahmi tetapi tetap memiliki syarat
dan rukun yang harus dipenuhi. Karena bagaimana pun juga hibah
merupakan suatu tindakan hukum sebab berkaitan dengan pemindahan hak
milik seseorang.
· Adapun rukun hibah adalah :
1. Orang yang menghibahkan
2. Orang yang menerima hibah
3. Akad (Ijab Qabul)
4. Harta yang akan dihibahkan
Apabila
seseorang sudah menghibahkan harta miliknya kepada orang lain, maka ia
tidak boleh menariknya kembali, kecuali hibah seorang ayah kepada
anaknya.
· Perhatikan Hadist dari Ibnu Abas r.a. berikut ini :
”Dari
Ibnu Abas, Rasulullah SAW bersabda : Orang yang meminta kembali sesuatu
yang dihibahkannya, ibarat anjing yang menelan kembali muntahnya.” (HR. Bukhari Muslim, Abu Daud, Nasa’i, Ibnu Majah dan Ahmad.)
Dalam sebuah Hadist lain Rasulullah SAW bersabda : ”Tidak seorangpun boleh menarik kembali pemberiannya, kecuali pemberian ayah terhadap anaknya.” (HR. Abu Daud, Ibnu Majah, Turmudzi dan Nasa’i.)
Hibah
memiliki kesamaan dengan wakaf dan hadiah dalam hal tidak adanya
batasan waktu, yakni boleh dilaksanakan kapan saja. Adapun perbedaan
ketiganya antara lain sebagai berikut :
1. Dalam
wakaf, harta yang diwakafkan harus bersifat permanen (kekal) dan dapat
dimanfaatkan terus menerus, sedangkan dalam hibah dan hadiah tidak.
2. Wakaf biasanya dilakukan semata-mata untuk mencari keridhoan Allah SWT,
sedangkan hadiah sebagai rasa ikut senang atau sebagai penghargaan.
Adapun hibah merupakan pemberian biasa yang dilandasi oleh rasa kasih
sayang.
Saudaraku
sesama muslim, sidang pembaca yang berbahagia. Saya akhiri sampai
disini dakwah saya (lewat tulisan) kali ini. Insya Allah jumpa lagi kita
dikesempatan lain dalam tulisan dan materi
yang berbeda. Terima kasih atas segala perhatian dan mohon maaf apabila
terdapat kesalahan. Wa’afwa minkum Wassalamu’alaikum Warahmatullahi
Wabarakatuh.
∙ ∙ ∙
* (Bahan-bahan (materi) diambil dan dikutip dari buku Islam Agamaku Oleh: Tim Penyusun Fakultas Tarbiyah IAIN Kalijaga Jogyakarta)*
|
|
Komentar
Posting Komentar